Covid Kedua
Ncen do Asu kabeh
Rabu siang saya dan adik saya memutuskan untuk melakukan swab antigen setelah sejak hari senin merasakan tenggorokan yang cukup gatal dan kering. Hasilnya… positif.
Baru tahun lalu kena Covid, pekan ini (atau pekan depan) lagi rencana mau nonton, malah kena Covid. O la asem tenan.
Sebenernya firasatnya udah ada sejak hari Minggu, dimana ada anggota keluarga yang batuk-batuk dan kelihatan tenggorokannya gatal, sudah diminta pake masker tapi masih aja ngeyel. Kadang pake, seringnya enggak. Lhadalah, kami berdua, saya dan adik saya, lagi-lagi yang pertama tahu kalau kami kena covid.
Enggak lama kemudian kami ngabari orang tua kami, bahwa kami positif, dan yaa, perlu isolasi lah ya. Kemudian sorenya ibuk gantian tes swab antigen, alhamdulillah negatif, karena ibuk memang enggak ada tanda-tanda sih. Tapi bapak, enggak mau swab. Padahal temen kerjanya 4 pada K.O., bapak juga keliatan bergejala. Momen ingin berkata bajingan pertama.
Sampai rumah, anak bungsunya ibu, sok-sokan kecewa “Ah mosok kejadian lagi, bla-bla-bla”, padahal sendirinya juga keliatan bergejala, batuk-batuk dan tenggorokan gatal. Tapi yaa… ngakunya “aku sehat o”, ngakunya, swab aja enggak kok bisa tau sehat darimana. Momen ingin berkata bajingan kedua
Setelahnya yaa saya dan adik seperti yang sudah lewat, melakukan isolasi di kamar masing-masing, pake masker, yaa standard protokol kesehatan lah. Tapi orang rumah yang lain, yang masih batuk-batuk, masih tenggorokan gatel, dengan santainya nggak pake masker, bersin-bersin, batuk-batuk enggak ditutupi. Momen ingin berkata bajingan ketiga
Covidnya itu enggak berat, omongan tetangga juga saya enggak peduli, tapi ngeliat gimana saya dan adik yang selalu jadi korban ketularan dari jaman covid yang lalu, di sisi lain keluarga malah sakpenake dewe, ada yang ngaku sehat ada yang enggak mau swab. Bener-bener bikin pengen marah, pancen asu kabeh. Sesuk aku sing gantian nulari, ben do gantian ngrasakke. Jancuk!